KH. Abdul Hamid Chasbullah |
KH. Andul hamid chasbullah dilahirkan di dusun tambakberas,
desa tambakrejo, jombang, tepatnya di pesantren tambakberas. Beliau merupakan
putra ke dua dari delapan bersaudara (Abdul Wahab, Abdul Hamid, Khodijah, Abdur
rohim, Fatimah, Sholihah, Zuhriyah dan Aminatur Rokhiyah) dari pasangan KH.
Hasbullah said dengan nyai lathifah.
Kakaknya yang bernama KH. Abdul Wahab Chasbullah merupakan
tokoh sentral pendiri dan penggerak NU. Sedang adiknya yang bernama nyai
khodijah merupakan istri KH. Bisri Syansuri (juga salah satu pendiri NU dan pendiri
pesantren denanyar jombang). Adapun adiknya lagi yang bernama KH. Abdurrohim
memperistri nyai mas wardliyah Yogyakarta (keponakan KH. Ahmad dahlan pendiri
muhammadiyah). Adik mbah hamid yang lainnya, yakni nyai Fatimah diperistri oleh
KH. Hasyim kapas jombang.
Masa kecil mbah hamid dihabiskan untuk mondok dari pesantren
ke pesantren, diantaranya pesantren bangkalan Madura yang diasuh oleh mbah
kholil, pesantren langitan tuban, pesantren tebuireng dibawah bimbingan KH.
Hasyim asyari, pesantren krapyak yogjakarta dibimbing langsung oleh mbah kiai
munawwir. Selanjutnya, mbah hamid menuntut ilmu di makkah al mukarromah.
Setelah sekian lama malang-melintang mengembara mencari
ilmu, mbah hamid langsung kembali ke kampung halamannya untuk mengabdikan
hidupnya dalam melanjutkan perjuangan ayahnya, yakni mengembangkan pesantren
tambakberas, bersama mbah wahab dan mbah abdurrohim. Beliau bertiga
berkolaborasi untuk membesarkan pesantren tambakberas dengan pembagian tugas
yang sangat dinamis. Mbah wahab konsentrasi di luar untuk membesarkan NU dan
terlibat perpolitikan nasional, sedangkan mbah abdurrohim mengurusi
perkembangan madrasah, adapun mbah hamid mengurusi pengajian pondok dan sholat
lima waktu.
Mbah hamid hasbullah terkenal sebagai sosok kiai yang zuhud,
wira’I, sederhana, daimul wudlu dan istiqomah dalam berkhidmat di pesantren.
Beliau lulusan terbaik ilmu al quran di pesantren krapyak. Kitab yang sering
dibaca beliau antara lain kitab shahih bukhori, shahih muslim dan tafsir al
quran, dalam bidang al quran mbah hamid termasuk sosok yang diakui
kepakarannya, salah satu peninggalan beliau adalah mushaf al quran 30 juz
dengan tulisan tangan beliau sendiri.
Dalam kesehariannya, beliau sangatlah sederhana, bahkan
hanya untuk memenuhi kebutuhan dapur tidak jarang beliau mengalami kesulitan.
Namun demikian hambatan itu tidak menyurutkan pengabdian dan keikhlasannya
untuk mengayomi dan ngopeni para santri, baik santri yang tinggal di pesantren
tambakberas maupun santri yang tinggal di pesantren sambong, sekaligus menemani
istri ketiga beliau yang mukim di pesantren sambong, pembagian waktu mengaji
ini dilakukan mbah hamid setiap hari senin pagi sampai selasa sore.
Beliau juga mempunyai rutinan ngaji dan istighotsah di desa
kalijaring. Jemaahnya adalah para orang tua dan kiai kiai kampung yang biasa
dilaksanakan setiap hari kamis malam jumat, yang biasanya dilaksanakan di atas
jam 10 malam.
Suatu hari pada tanggal 8 ramadhan tahun 1956 M, seperti
biasa mbah hamid istiqomah ngaji wethonan kitab, saat mengaji beliau kemudian
mengambil air wudlu dan meneruskan pengajiannya, tak lama setelah itu beliau
seperti orang yang tertidur sambil memegang kitab di hadapan para santri. Inna
lillahi wa inna ilaihi rojiun… ternyata beliau menghembuskan mafasnya yang
terakhir.